Monday, February 6, 2012

Ribetnya Birokrasi Indonesia

Cerita tentang ribetnya birokrasi yang didapatkan oleh Elang Biru sangat banyak sekali,,
bahkan sampai kebingungan untuk posting.. hehehehe... gak.. gak.. 
nah, ini cerita yang cukup untuk direnungkan juga,,
yahh siapa tahu DPR atau Presiden yang sok sibuk dan sok mewah menyempatkan membaca.. hehehe..

Saya baru saja dapat kabar dari teman tentang lowongan penerimaan tenaga pengajar di sebuah universitas swasta terbesar di Kota Makassar. Parahnya, hanya tertinggal satu hari aktif untuk menyelesaikan semua urusan administrasi persyaratan berkas yang diwajibkan oleh pihak kampus. Sebenarnya sih, saya selalu menyiapkan map coklat berisi individual portofolio yang terdiri atas fotocopy ijazah dan transkrip nilai yang telah dilegalisir, curriculum vitae, surat lamaran kerja, fotocopy KTP, surat keterangan berbadan sehat, foto ukuran 3x4 dan 4x6 serta semua berkas-berkas lainnya yang mendukung cv saya. Map seperti ini tidak hanya satu. Setidaknya saya memiliki 10 map dengan isi yang sama untuk lamaran pekerjaan dan 10 map lainnya untuk keperluan beasiswa luar negeri yang berisi fotocopy ijazah dna transkrip nilai dalam bahasa inggris yang telah dilegalisir, curriculm vitae, rekomendasi dari dosen dan pimpinan tempat saya bekerja dulu, fotocopy KTP dan akte kelahiran dalam bahasa inggris, surat keterangan berbadan sehat, proposal tesis, sertifikat TOEFL, foto dan berkas penunjang cv lainnya.

Seharusnya saya tidak mesti keteteran seperti ini, mengingat persiapan saya yang cukup matang jauh hari sebelumnya. Hanya saja, saya masih kekurangan satu berkas yang disyaratkan yaitu SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian). Nah ini nih yang membuat saya harus pontang panting kesana kemari, naik turun tangga dari satu pos ke pos berikutnya. Padahal waktu yang tersedia begitu sempit. Jujur, saya pernah mendapat informasi 3 jam sebelum closing date, tapi masih bisa mengikutkan diri karena memang kesiapan berkas-berkas saya. Tapi kali ini terasa lebih berat karena harus memulai pengurusan berkas mendadak.

Saya memang tidak pernah mengurus ataupun membuat SKCK. Karena saya merasa tidak memerlukan hal tersebut untuk melamar pekerjaan yang saya suka, yang sama sekali tidak berhubungan dengan dunia Pegawai Negeri Sipil. Sejak dulu, akal dan pribadiku yang dinamis tidak pernah bisa menerima label PNS. Mungkin saking kuatnya tertanam dalam benakku betapa buruknya menjadi seorang PNS.  Rajin,-malas sama, pintar-bodoh juga sama. Apresiasi atas prestasi yang diberikan kadang timpang. Begitulah fakta yang selalu kudapatkan dilapangan. Ah! Tapi selalu ada pengecualian untuk PNS sebagai seorang dosen ataupun pengajar. Yaa.. mungkin karena saya memang suka mengajar, maka label PNS untuk bagian inipun ter'maaf'kan.

Karena ini yang pertama kali, maka saya sedikit kebingungan bagaimana dan dimana mengurus SKCK ini. Syukur, beberapa teman saya sudah berpengalaman mau berbagi informasi. Maka kamis pagi-pagi sekali, saya meninggalkan rumah menuju kantor lurah untuk mengambil surat pengantar. Di sana saya mengisi form yang berisi data diri dan keperluan. Selesai pengisian, blanko itu ditanda tangani oleh pihak kelurahan dan diberi stempel di dekat tanda tangan tersebut. Biaya administrasi yang harus dikeluarkan sebesar Rp 10.000

Selesai urusan di kantor lurah, saya diharuskan ke kantor polsek. Beberapa teman ada yang bilang harus ke kecamatan dulu, tapi karena pihak kelurahan merekomendasikan langsung ke Polsek, maka sayapun melangkahi pos kecamatan.

Di Polsek, harus memperlihatkan surat pengantar dari kelurahan tersebut disertai dengan fotokopi KTP, ijazah terakhir, kartu keluarga dan foto 3x4 2 lembar dan 4x6 1 lembar. Biaya administrasi di pos ini juga sebesar Rp 10.000. Setelah itu, petugas akan menuntun ke tempat pemeriksaan sidik jari. Di pos ini, banyak sekali item yang harus diisi. Tentang data diri, sudah pasti ada. Nah, yang bikin ribet, form yang diberikan berisi banyak pertanyaan mendetil tentang tubuh kita. Jika form yang diberikan sudah terisi lengkap dengan menyetor foto 4x6 sebanyak 2 lembar dan 3x4 sebanyak 1 lembar, maka akan dilakukan pemeriksaan sidik jari dan menetapkan rumus yang berlaku seumur hidup. Biaya administrasi yang dikenakan sebanyak Rp 20.000 dengan kartu sidik jari berwarna kuning bisa dibawa pulang.

Selanjutnya harus ke Polres. Di sini nih yang bikin saya kesal. Soalnya sangat tidak praktis! Siang itu, selepas makan coto di pinggir jalan, saya menuju Masjid Babul Jannah Urip Sumohardjo untuk sholat dzuhur. Saat mengamini do'a, sayapun bergegas ke kantor Polres di Jl. Ahmad Yani. Tiba di sana sekitar pukul setengah dua. Saat masuk ke dalam, seorang berseragam polisi, menahan saya di pos security. Pertanyaannya standar, siapa? mau kemana? urusan apa? Untuk apa? Setelah menjawab itu semua, sayapun diperbolehkan masuk kedalam.

Berhubung ini kali pertama saya berada di Polres, sayapun kebingungan mencari akses untuk naik ke lantai tiga (soalnya kata bapak polisi di security tadi, saya harus ke lantai tiga di bagian intel. Sayangnya, tidak menginstruksikan kemana menuju lantai tiga. Mana bangunannya tidak jelas pula karena dimana-mana hanya ruangan dengan bentuk yang sama). Mondar-mandir eh.. kembali lagi ke garis awal. Payah! di sini tidak jelas papan informasinya atau karena kecerdasan parsialku yang kurang yaa??.Maka sayapun bertanya kemana jalan menuju lantai tiga.

Alhamdulillah sampai juga di lantai tiga. Di sini, saya merasa malu sekali karena salah masuk ruangan. Begini nih akibatnya kalau tidak tersedia papan informasi setiap ruangan. Sambil meminta maaf pada beberapa bapak yang sedang santap siang, sayapun menutup ruangan berpintu kaca riben itu dengan pelan-pelan.

Berkat bantuan seseorang yang juga sedang mengurus SKCK, sayapun akhirnya menemukan ruangan tersebut. Saya masuk ke dalam dan menyetor berkas yang telah dilengkapi di polsek tadi. Tidak lama kemudian, sayapun diberikan form berlembar-lembar untuk diisi. MasyaAllahh.. pertanyaannya buanyaaaak amat! Mana menunggunya juga tidak sebentar.

Jika form yang diisi itu sudah lengkap, form tersebut dikembalikan dengan menyetor foto 4x6 sebanyak 2 lembar dan menunggu lagi. 20 menit berlalu, saya akhirnya dipanggil. Kupikir, semuanya sudah beres karena SKCKnya telah diterbitkan dan diharuskan membayar Rp 20.000 sebagai biaya administrasi (soalnya, kalau sudah selesai transaksi pembayaran, berarti sudah selesai dong urusannya). Nyatanya, saya harus kembali lagi ke lantai dasar untuk memfotokopi dan mengembalikannya lagi ke lantai tiga untuk dilegalisir. Sangat tidak praktis bukan? Masa sih polres sebesar ini tidak memiliki mesin fotokopi diruangan?
Hmm.. pengurusan SKCK aja seribet ini. Gimana yang lainnya ya? :D

0 comments:

Post a Comment

◄ Posting Baru Posting Lama ►
 
free counters
>

Copyright © 2012. Elang Biru - All Rights Reserved B-Seo Versi 5 by Blog Bamz